TANGERANG, (JT) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang belum lama ini menahan dua orang oknum pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Keduanya ditahan setelah diteapkan sebagai tersangka kasus pungli di TPI Cituis selama empat tahun berturut-turut.
Tersangka yang ditahan saat ini oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang berinisial AH dan M, keduanya dituduhkan telah merugikan negara hingga mencapai Rp527 juta rupiah.
Masing-masing keduanya menjabat sebagai pejabat fungsional di tempat pelelangan ikan (TPI) Cituis, Kecamatan Pakuhaji, dan koordinator di TPI Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga. Namun M, telah memasuki masa purnabakti saat kasus ini diusut oleh pihak kejaksaan.
Meski demikian, kuasa hukum kedua tersangka, Haris, mengungkapkan ketidakpuasan terhadap cara penanganan kasus ini, dengan menganggap bahwa besaran kerugian tersebut tidak sebanding dengan kasus-kasus korupsi besar yang ada di Kabupaten Tangerang.
“Kalau dilihat kerugian untuk kasus pungutan retribusi pelelangan ikan kerugian sebesar Rp527 juta, ini tidak sebanding dengan kerugian perkara-perkara yang lain yang lebih besar yang saat ini tidak dinaikan kasusnya,” singgung Haris, kepada wartawan.
Haris menjelaskan bahwa pungutan retribusi yang dilakukan kliennya merupakan kesepakatan dengan para nelayan.
Menurut keterangan Haris, satu persen dari pungutan tersebut ditujukan untuk operasional. Namun, pihak jaksa berpendapat lain, bahwa pungutan ini melanggar peraturan yang ada.
Kata Haris, Jaksa menyatakan bahwa ada pungutan yang seharusnya dimasukkan ke kas daerah, dengan rincian 3,5 persen untuk negara dan satu persen diduga disalahgunakan.
“Memungut retribusi sebesar Rp37 ribu per hari, itu sudah ada kesepakatan dengan nelayan. Satu persen itu untuk operasional menurut pihak mereka (klien), tapi versi Jaksa memang kalau di undang-undang itu kan pejabat tidak boleh melakukan pungutan. Tapi kan itu menurut Jaksa, tapi kita buktikan aja itu di pengadilan nanti,” ujar Haris.
Dijelaskan Haris, dari sudut pandangnya nilai kerugian Rp527 juta ini tidak seberapa jika dilihat dari total akumulasi sejak 2020 hingga 2024. Ini hanya sekitar 37 ribu per hari.
“Kalau diliat dari korupsinya ini sebenarnya gak seberapa. Itukan Rp527 juta itukan akumulasi dari tahun 2020 sampai 2024. Kalau dihitung perhari itu kan cuma Rp37 ribu perhari,” ujarnya.
Haris mengatakan agar sidang dapat segera dilakukan dan perkara ini cepat diselesaikan tanpa berlarut-larut.
“Penting untuk segera ada keputusan dari pengadilan,” tutur Haris.
Dia juga menekankan bahwa masih banyak kasus korupsi yang lebih besar yang seharusnya menjadi prioritas penanganan. Meski demikian Kejati Kabupaten Tangerang telah memeriksa belasan saksi.
“Apakah kerugian yang diberikan sebanding dengan kerugian negara lainnya?” tanya Haris.