TANGERANG, (JT) — Perairan Laut Tanjung Kait di Kabupaten Tangerang kini berubah menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) dadakan. Jutaan ton sampah mengambang memenuhi laut dan mengancam mata pencaharian para nelayan serta ekosistem laut.
Kondisi ini menjadi keluhan utama para nelayan yang sehari-hari menggantungkan hidup dari hasil tangkapan laut seperti ikan, kerang, dan komoditas lainnya. Salah seorang nelayan mengungkapkan bahwa kiriman sampah datang secara tidak menentu.
“Kadang siang, kadang malam. Waktunya nggak tentu. Pas kami lagi melaut, tiba-tiba sampah datang dan mengganggu kerja kami,” ujar seorang nelayan.
Menurutnya, tumpukan sampah yang hanyut ke laut bukan hanya mengotori perairan, tetapi juga berdampak langsung terhadap aktivitas melaut. Baling-baling kapal sering tersumbat sampah sehingga perahu mengalami kerusakan bahkan kemacetan. Belum lagi bau menyengat dari tumpukan sampah yang merusak kenyamanan.
Berbagai jenis sampah ditemukan, mulai dari kursi-kursi bekas, kayu, hingga plastik. Banyak nelayan dan pemancing mengaku terganggu karena jaring dan kail mereka sering tersangkut. Bahkan, tidak sedikit yang keliru mengira mendapatkan ikan besar, padahal hanyalah tumpukan sampah yang berat.
“Bukan ikan hiu yang nyangkut, tapi kursi plastik atau ban bekas. Sudah jadi pemandangan biasa sekarang,” keluh salah satu pemancing.
Kondisi serupa juga dirasakan Aceng, seorang pemancing bagan. Ia mengaku frustrasi karena sampah kerap datang saat ikan mulai menyambar umpan.
“Sumpah, sebal banget. Ikan baru mau makan, eh datang sampah-sampah ini. Ikan langsung kabur. Siapa sih yang buang sampah sembarangan ke laut?” gerutunya.
Selain mengganggu pencarian ikan, sampah juga berdampak buruk terhadap budidaya kerang hijau. Botol-botol dan plastik kerap tersangkut di tali pengikat ternak kerang, menyebabkan pertumbuhan kerang terganggu.
Para nelayan dan pemancing mendesak Pemerintah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, bahkan pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan. Mereka khawatir jika tidak segera ditangani, kerusakan lingkungan akan makin parah dan berdampak jangka panjang terhadap ekosistem laut dan ekonomi masyarakat pesisir.
“Kami butuh solusi nyata, bukan janji. Jangan tunggu sampai hasil tangkapan laut habis dan laut rusak total baru bertindak,” tandas para nelayan.