๐—ฆ๐—ถ๐—ธ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ฆ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐˜†๐—ฎ๐—ป ๐—”๐˜๐—ฎ๐˜€ ๐—ฃ๐˜‚๐˜๐˜‚๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐— ๐—ž

oleh -61 Dilihat
oleh

Ocit Abdurrosyid Siddiq

Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memisahkan antara Pemilu Nasional dengan Pemilu Lokal. Pemilu Nasional untuk memilih calon Presiden dan Wakil, calon anggota DPR RI, dan calon anggota DPD RI.ย Sementara Pemilu Lokal untuk memilih calon Gubernur dan Wakil, Bupati dan Wakil atau Walikota dan Wakil, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten atau Kota.ย Dengan begitu, maka Pemilu Nasional hanya terdapat 3 surat suara. Sementara Pemilu Lokal ada 4 surat suara.

Berbeda dengan sebelumnya yang pada Pemilu terdiri dari 5 surat suara dan Pilkada 2 surat suara.ย Rentang waktu antara pelaksanaan Pemilu Nasional dengan Pemilu Lokal adalah minimal 2 tahun.ย Dengan sistem begini maka para penyelenggara pun, baik KPU dan Bawaslu akan bekerja secara berkesinambungan.ย Berbeda dengan ketika Pemilu dan Pilkada diserentakkan dalam satu tahun yang sama. Misalnya Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 lalu.

Dengan diserentakkan pada 2024, kita akan kembali menggelar pesta demokrasi 5 tahun ke depan atau pada tahun 2029.ย Sementara untuk menuntaskan seluruh pekerjaan, penyelenggara hanya butuh waktu sekitar 8 bulan setelah seluruh tahapan selesai.ย Dengan asumsi tahapan Pilkada Serentak selesai ketika para Kepala Daerah dilantik pada bulan Februari 2025, maka pekerjaan penyelenggara tuntas pada Oktober 2025.ย Mulai November 2025 hingga habis masa jabatannya, penyelenggara praktis tidak disibukkan dengan pekerjaan. Dengan kata lain sejak November 2025 mereka “nganggur”.

Untuk menyiapkan pelaksanaan pesta demokrasi berikutnya pada tahun 2029, butuh waktu sekitar 20 bulan sebelum hari H.ย Bila Pemilu berikutnya diagendakan akan digelar pada April 2029, maka tahapan akan dimulai pada Agustus 2027.ย Jadi, penyelenggara akan disibukan lagi dengan pekerjaan pada Agustus 2027. Itu artinya, mulai November 2025 hingga Juli 2027 atau sekitar 21 bulan mereka menerima uang kehormatan tanpa pekerjaan signifikan.

Dengan putusan MK tersebut, maka kita akan dihadapkan dengan pesta demokrasi dalam setiap 2,5 tahun. Dengan begitu, penyelenggara yang memiliki masa jabatan 5 tahun dalam 1 periode bisa bekerja secara berkelanjutan.

Terlepas dari itu semua, nampaknya pihak Senayan belum sepenuhnya menerima putusan MK. Narasi dari para wakil rakyat itu memperlihatkan kecenderungan yang berbeda.ย Dengan mempersoalkan bahwa Pemilu itu digelar satu kali dalam 5 tahun, sepertinya mereka tidak sepanggang seperloyangan dengan MK.

Karena putusan MK itu memungkinkan Pemilu Lokal baru bisa digelar pada tahun 2031. Itu artinya ada rentang 7 tahun dari Pemilu sebelumnya. Penulis memiliki prediksi bahwa DPR akan bersikap berbeda dengan putusan MK. Dengan narasi yang sudah terlontar dari Senayan, mereka lebih menghendaki model lain.ย Model lain itu adalah dengan mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD setempat. Artinya, tidak akan ada Pilkada langsung yang dipilih oleh rakyat.

Bila skema itu yang diterapkan, maka pesta demokrasi hanya digelar 1 kali dalam setiap 5 tahun, untuk memilih Presiden dan Wakil, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten atau Kota.ย Sementara Gubernur dan Wakil, serta Bupati dan Wakil, juga Walikota dan Wakil, akan dipilih oleh DPRD, seperti halnya ketika Indonesia di zaman Orde Baru.

Wacana ini semakin menguat dengan munculnya berbagai statement dari petinggi negara yang diamini oleh para petinggi partai politik.ย Bahkan Presiden RI Prabowo sudah melontarkan wacana ini beberapa waktu lalu. Wacana yang kemudian dibaca oleh “anak buahnya” untuk diamankan.

Perihal kepala daerah yang dipilih secara perwakilan oleh wakil rakyat ini, memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal itu pernah Penulis sampaikan pada tulisan sebelumnya.

Penulis adalah Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society ((FORDISKA LIBAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *