TANGERANG, (JT) – Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih (KDKMP) yang telah menerima bantuan dana Corporate Social Responsibility (CSR) mulai menjalankan usaha dengan berbelanja kebutuhan produk melalui aplikasi Sistem Informasi Koperasi Desa (SIMKOPDES). Sejumlah perusahaan yang menjadi rujukan belanja antara lain ID Food, Bulog, serta Pertamina untuk penyediaan gas.
Namun dalam praktiknya, KDKMP menghadapi persoalan serius terkait ketersediaan barang dari pemasok. Salah satu pengurus koperasi mengungkapkan, pada pemesanan awal ke ID Food, barang dapat dikirim sesuai pesanan. Akan tetapi, pada pemesanan berikutnya, sejumlah produk dinyatakan kosong dan tidak tersedia.
Kondisi tersebut berdampak langsung terhadap keberlanjutan usaha koperasi. Aktivitas usaha KDKMP menjadi tersendat karena tidak adanya kepastian suplai produk. Di sisi lain, pengurus koperasi juga mengaku kesulitan mencari alternatif pemasok lain yang menawarkan harga beli kompetitif.
Menanggapi persoalan tersebut, Asisten Bisnis KDKMP, Suhendra, menilai perlu adanya peran aktif pemerintah daerah. Ia mendorong agar pemerintah daerah Kabupaten Tangerang mengajak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut untuk duduk bersama dan bersedia bekerja sama sebagai pemasok kebutuhan produk koperasi.
“Pemda perlu memfasilitasi kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Kabupaten Tangerang agar KDKMP memiliki pilihan suplai yang stabil dan harga yang bersaing,” ujar Suhendra.
Selain persoalan suplai, Suhendra menekankan pentingnya KDKMP menentukan jenis usaha yang tepat sejak awal. Menurutnya, koperasi harus melakukan analisis potensi desa sebagai langkah strategis sebelum memutuskan unit usaha yang akan dijalankan.
Analisis potensi desa mencakup tiga pilar utama, yakni sumber daya alam, sumber daya manusia, serta kebutuhan dan pasar. Pada aspek sumber daya alam, koperasi perlu mengidentifikasi apakah desa memiliki keunggulan di sektor pertanian, perikanan, atau pariwisata alam. Sementara dari sisi sumber daya manusia, perlu dilihat keahlian dominan warga, seperti keberadaan pengrajin, tenaga terampil, maupun potensi budaya yang dapat dikomersialkan. Adapun pada aspek kebutuhan dan pasar, koperasi harus memetakan kebutuhan dasar masyarakat yang belum terpenuhi serta produk desa yang berpotensi dipasarkan ke luar wilayah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, koperasi dapat memformulasikan pilihan usaha yang sesuai dengan keunggulan desa. Misalnya, jika desa memiliki potensi wisata alam, koperasi dapat mengembangkan unit usaha jasa akomodasi atau paket wisata yang dikelola oleh anggota. Keputusan usaha tersebut tetap harus didukung dengan kajian kelayakan finansial agar berkelanjutan.
“Intinya, koperasi harus memanfaatkan potensi nyata desa, bukan menciptakan usaha tanpa dasar data dan analisa,” tambahnya.
Berbagai keluhan yang dialami KDKMP tersebut terungkap saat para asisten bisnis melakukan pendampingan usaha di sejumlah KDKMP. Pendampingan dilakukan melalui diskusi langsung dengan pengurus koperasi di Kecamatan Kresek, Cisoka, dan Jayanti, Kabupaten Tangerang.
Dalam kegiatan tersebut, Suhendra bersama para pengurus KDKMP membahas kendala yang dihadapi koperasi dalam menjalankan usaha yang bersumber dari modal CSR PT Agung Sedayu Group. Pendampingan ini diharapkan dapat membantu KDKMP menemukan solusi konkret agar usaha koperasi dapat berjalan berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi anggotanya.






